BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Asuhan
keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktek keperawatan gawat
darurat yang diberikan kepada klien oleh perawat yang berkompeten di ruang
gawat darurat. Asuhan keperawatan yang diberikan meliputi biologis, psikologis,
dan sosial klien baik aktual yang timbul secara bertahap maupun mendadak
(Dep.Kes RI, 2005).
Pengkajian
pada kasus gawat darurat dibedakan menjadi dua, yaitu : pengkajian primer dan
pengkajian sekunder. Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan dengan
terlebih dahulu melakukan survei primer untuk mengidentifikasi masalah-masalah
yang mengancam hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan survei sekunder.
Tahapan pengkajian primer meliputi : A: Airway, mengecek jalan nafas dengan
tujuan menjaga jalan nafas disertai control servikal; B: Breathing, mengecek
pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan agar oksigenasi adekuat; C:
Circulation, mengecek sistem sirkulasi disertai kontrol perdarahan; D:
Disability, mengecek status neurologis; E: Exposure, enviromental control, buka
baju penderita tapi cegah hipotermia (Holder, 2002).
Pengkajian
yang dilakukan secara terfokus dan berkesinambungan akan menghasilkan data yang
dibutuhkan untuk merawat pasien sebaik mungkin. Dalam melakukan pengkajian
dibutuhkan kemampuan kognitif, psikomotor, interpersonal, etik dan kemampuan
menyelesaikan maslah dengan baik dan benar. Perawat harus memastikan bahwa data
yang dihasilkan tersebut harus dicatat, dapat dijangkau, dan dikomunikasikan
dengan petugas kesehatan yang lain. Pengkajian yang tepat pada pasien akan
memberikan dampak kepuasan pada pasien yang dilayani (Kartikawati, 2012).
Oleh
karena itu diperlukan perawat yang mempunyai kemampuan atau ketrampilan yang
bagus dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan gawat darurat untuk mengatasi
berbagai permasalahan kesehatan baik aktual atau potensial mengancam kehidupan
tanpa atau terjadinya secara mendadak atau tidak di perkirakan tanpa atau
disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat dikendalikan. Keberhasilan
pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat tergantung dari kecepatan
dan ketepatan dalam melakukan pengkajian awal yang akan menentukan keberhasilan
Asuhan Keperawatan pada system kegawatdaruratan pada pasien dewasa. Dengan
Pengkajian yang baik akan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. Aspek –
aspek yang dapat dilihat dari mutu pelayanan keperawatan yang dapat dilihat
adalah kepedulian, lingkungan fisik, cepat tanggap, kemudahan bertransaksi,
kemudahan memperoleh informasi, kemudahan mengakses, prosedur dan harga
(Joewono, 2003).
B.
RUMUSAN
MASALAH
1. Menjelaskan
latar belakang perlunya pendidikan kegawatdaruratan ?
2. Menjelaskan
tujuan perlunya pendidikan pembelajaran kegawatdaruratan ?
3. Menjelaskan
konsep kegawatdaruratan
C.
TUJUAN
PENULISAN
Mahasiswa
mampu memahami tentang konsep latar belakang dan
tujuan pentingnya pendidikan kegawatdaruratan dalam keperawatan dan
melakukan klasifikasi pada pasien serta dapat mengaplikasikannya dalam dunia
keperawatan nantinya.
D.
MANFAAT
PENULISAN
Agar
mahasiswa tidak kaku dapat mengambil
tindakan dengan cepat dan tepat pada saat berhadapan dengan pasien gawatdarurat
BAB II
PEMBAHASAN
A.
KONSEP
KEGAWATDARURATAN
Menurut
Keparawatan gawat darurat adalah pelayanan profesioanal keperawatan yang di
berikan pada pasien dengan kebutuhan urgen dan kritis. Namun UGD dan klinik
kedaruratan sering di gunakan untuk masalah yang tidak urgen. Yang kemudian
filosopi tentang keperawatan gawat darurat menjadi luas, kedaruratan yaitu
apapun yang di alami pasien atau keluarga harus di pertimbangkan sebagai
kedaruratan.
Keperawatan
kritis dan kegawatdaruratan bersifat cepat dan perlu tindakan yang tepat, serta
memerlukan pemikiran kritis tingkat tinggi. Perawat gawat darurat harus mengkaji
pasien mereka dengan cepat dan merencanakan intervensi sambil berkolaborasi
dengan dokter gawat darurat. Dan harus mengimplementasi kan rencana pengobatan,
mengevaluasi efektivitas pengobatan, dan merevisi perencanaan dalam parameter
waktu yang sangat sempit. Hal tersebut merupakan tantangan besar bagi perawat,
yang juga harus membuat catatan perawatan yang akurat melalui
pendokumentasian.
Di
lingkungan gawat darurat, hidup dan mati seseorang ditentukan dalam hitungan
menit. Sifat gawat darurat kasus memfokuskan kontribusi keperawatan pada hasil
yang dicapai pasien, dan menekankan perlunya perawat mencatat kontribusi
profesional mereka.
Serta
diperlukan perawat yang mempunyai kemampuan atau ketrampilan yang bagus dalam
mengaplikasikan asuhan keperawatan gawat darurat untuk mengatasi berbagai
permasalahan kesehatan baik aktual atau potensial mengancam kehidupan tanpa
atau terjadinya secara mendadak atau tidak di perkirakan tanpa atau disertai
kondisi lingkungan yang tidak dapat dikendalikan. Keberhasilan pertolongan
terhadap penderita gawat darurat sangat tergantung dari kecepatan dan ketepatan
dalam melakukan pengkajian awal yang akan menentukan keberhasilan Asuhan
Keperawatan pada system kegawatdaruratan pada pasien dewasa. Dengan Pengkajian
yang baik akan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan. Aspek – aspek yang
dapat dilihat dari mutu pelayanan keperawatan yang dapat dilihat adalah
kepedulian, lingkungan fisik, cepat tanggap, kemudahan bertransaksi, kemudahan
memperoleh informasi, kemudahan mengakses, prosedur dan harga (Joewono, 2003).
1.
Jenis-Jenis
Pasien Gawat Darurat :
Ø
Pasien
Gawat Darurat
Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya.
Pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya.
Ø
Pasien
Gawat Tidak Darurat
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat, misalnya kanker stadium lanjut.
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat, misalnya kanker stadium lanjut.
Ø
Pasien
Darurat Tidak Gawat
Pasien akibat musibah yang datag tiba-tiba, tetapi tidak mêngancam nyawa dan anggota badannya, misanya luka sayat dangkal.
Pasien akibat musibah yang datag tiba-tiba, tetapi tidak mêngancam nyawa dan anggota badannya, misanya luka sayat dangkal.
Ø
Pasien
Tidak Gawat Tidak Darurat
Misalnya pasien dengan ulcus tropiurn, TBC kulit, dan sebagainya.
Misalnya pasien dengan ulcus tropiurn, TBC kulit, dan sebagainya.
Ø
Kecelakaan
(Accident)
Suatu kejadian dimana terjadi interaksi berbagai factor yang datangnya mendadak, tidak dikehendaki sehinga menimbulkan cedera (fisik. mental, sosial)
Kecelakaan dan cedera dapat diklasifikasikan menurut :
Suatu kejadian dimana terjadi interaksi berbagai factor yang datangnya mendadak, tidak dikehendaki sehinga menimbulkan cedera (fisik. mental, sosial)
Kecelakaan dan cedera dapat diklasifikasikan menurut :
1.Tempat kejadian
a. kecelakaan lalu lintas,
b. kecelakaan di lingkungan rumah tangga ;
c. kecelakaan di lingkungan pekerjaan ;
d. kecelakaan di sekolah;
e. kecelakaan di tempat-tempat umum lain seperti halnya: tepat rekreasi, perbelanjaan, di arena olah raga. dan lain-lain.
2.Mekanisme kejadian
Tertumbuk, jatuh, terpotong,
tercekik oleh benda asing. tersengat, terbakar baik karena efek kimia, fisik
maupun listrik atau radiasi.
3.Waktu
kejadian :
a.waktu perjalanan (traveling/trasport time):
b.waktu bekerja, waktu sekolah, waktu bermain dan lain- lain.
a.waktu perjalanan (traveling/trasport time):
b.waktu bekerja, waktu sekolah, waktu bermain dan lain- lain.
Ø
Cedera
Masalah kesehatan yang didapat/dialami sebagai akibat kecelakaan.
Masalah kesehatan yang didapat/dialami sebagai akibat kecelakaan.
Ø
Bencana
Peristiwa atau rangkaian peritiwa yang disebabkan oleh alam dan atau manusia yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia. kerugian harta benda, kerusakan Iingkungan, kerusakan sarana dan prasarana umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat dan pembangunan nasional yang memerlukan pertolongar. dan bantuan.
Peristiwa atau rangkaian peritiwa yang disebabkan oleh alam dan atau manusia yang mengakibatkan korban dan penderitaan manusia. kerugian harta benda, kerusakan Iingkungan, kerusakan sarana dan prasarana umum serta menimbulkan gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat dan pembangunan nasional yang memerlukan pertolongar. dan bantuan.
2.
Tujuan
KGD
Bagi
profesi keperawatan pelatihan kegawatdaruratan, dapat dijadikan sebagai aspek
legalitas dan kompetensi dalam melaksanakan pelayanan keperawatan gawat darurat
yang tujuannya antara lain:
·
Memberikan
perlindungan kepada masyarakat terhadap pelayanan keperawatan gawat darurat
yang diberikan.
·
Menginformasikan
kepada masyarakat tentang pelayanan keperawatan gawat darurat yang diberikan
dan tanggungjawab secara professional
·
Memelihara
kualitas/mutu pelayanan keperawatan yang diberikan
·
Menjamin
adanya perlindungan hokum bagi perawat
·
Memotivasi
pengembangan profesi
·
Meningkatkan
profesionalisme tenaga keperawatan
Tujuan
kegawatdaruratan adalah:
·
Mencegah
kematian dan cacat (to save life and limb) pada periderita gawat darurat,
hingga
dapat hidup dan berfungs kembali dalarn masyarakat sebagaimana mestinya.
dapat hidup dan berfungs kembali dalarn masyarakat sebagaimana mestinya.
·
Merujuk
penderita . gawat darurat melalui sistem rujukan untuk memperoleh penanganan
yang Iebih memadai.
yang Iebih memadai.
·
Menanggulangi
korban bencana
B.
PERTOLONGAN
PERTAMA GAWAT DARURAT (PPGD)
1.
Prinsip Dasar PPGD
Dalam pelaksanaan PPGD
diperlukan prinsip P-A-T-U-T yang harus dimengerti, dipahami dan diamalkan.
·
P : Penolong menolong
dirinya sendiri
·
A : Amankan korban
·
T : Tandai tempat
kejadian
·
U : Usahakan hubungi tim
medis
·
T : Tindakan pertolongan
Sedangkan tujuan dari PPGD adalah :
·
Mencegah maut /
menyelamatkan nyawa
·
Mencegah kondisi lebih
buruk / cacat
·
Menunjang penyembuhan
2.
Sistematika
Pertolongan Pertama
1. Jangan Panik.
2. Jauhkan atau hindarkan korban dari kecelakaan berikutnya.
3. Perhatikan pernafasan dan denyut jantung korban.
4. Pendarahan.
5. Perhatikan tanda-tanda shock.
6. Jangan memindahkan korban secara terburu-buru.
7. Segera transportasikan korban ke sentral pengobatan.
2. Jauhkan atau hindarkan korban dari kecelakaan berikutnya.
3. Perhatikan pernafasan dan denyut jantung korban.
4. Pendarahan.
5. Perhatikan tanda-tanda shock.
6. Jangan memindahkan korban secara terburu-buru.
7. Segera transportasikan korban ke sentral pengobatan.
3. Posisi Mantap
Posisi miring mantap
adalah suatu posisi yang diberikan kepada korban / pasien yang tidak sadar
namun terdapat nadi dan pernafasan spontan. Posisi ini merupakan
kelanjutan dari tindakan BHD (bantuan hidup dasar) dimana tindakan BHD telah berhasil
dilakukan sehingga kembalinya denyut nadi dan korban bernafas secara spontan.
Posisi ini dilakukan pada pre hospital (di lapangan) yang bersifat
sementara hingga bantuan medis / petugas ambulans datang untuk memberikan
pertolongan lebih lanjut.
Tujuan posisi miring mantap :
1.
Mencegah terjadinya
aspirasi
2.
Memberikan posisi yang
stabil terhadap korban agar kita bisa menolong korban lainnya (jika korban
berjumlah lebih dari satu)
Prosedur memberikan posisi miring mantap :
1.
Korban tidur terlentang
pada posisi supine, penolong berlutut di sisi kanan korban
2.
Tangan kanan korban
diluruskan di sisi kepala korban.
3.
Tangan kiri korban
ditekuk menyilang dada hingga posisi telapak tangan berada dibahu kanan korban.
4.
Lutut kaki kiri korban
ditekuk ke kanan
5.
Posisi tangan kiri penolong di bahu kiri korban, tangan kanan penolong di lipatan lutut kiri korban
6.
Tarik korban dengan
kedua tangan bersamaan ke kanan hingga korban miring kanan (90 derajat) tahan
badan korban dengan kedua kaki penolong agar korban tidak terguling.
7.
Secara pelan-pelan
miringkan lagi tubuh korban (disangga oleh kedua paha penolong) hingga korban
berada pada posisi miring.
9.
Evaluasi kembali nadi dan pernafasan korban hingga petugas ambulans datang.
4.
Resusitasi Jantung Paru
(RJP)
Jika pada suatu keadaan
ditemukan korban dengan penilaian dini terdapat gangguan
tersumbatnya jalan nafas, tidak ditemukan adanya nafas
dan atau tidak ada nadi, maka penolong harus segera melakukan
tindakan yang dinamakan dengan istilah BANTUAN HIDUP DASAR (BHD).
Bantuan hidup dasar
terdiri dari beberapa cara sederhana yang dapat membantu mempertahankan hidup
seseorang untuk sementara. Beberapa cara sederhana tersebut adalah bagaimana
menguasai dan membebaskan jalan nafas, bagaimana memberikan bantuan penafasan
dan bagaimana membantu mengalirkan darah ke tempat yang penting dalam tubuh
korban, sehingga pasokan oksigen ke otak terjaga untuk mencegah matinya sel
otak.
Penilaian dan perawatan
yang dilakukan pada bantuan hidup dasar sangat penting guna melanjutkan
ketahapan selanjutnya. Hal ini harus dilakukan secara cermat dan terus menerus
termasuk terhadap tanggapan korban pada proses pertolongan.
Bila tindakan ini
dilakukan sebagai kesatuan yang lengkap maka tindakan ini dikenal dengan
istilah RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP).
Untuk memudahkan pelaksanaannya maka digunakan
akronim A- B – C yang berlaku universal.
A = Airway control atau penguasaan
jalan nafas
B = Breathing Support atau bantuan pernafasan
C = Circulatory Support atau bantuan sirkulasi lebih
dikenal dengan Pijatan Jantung Luar dan menghentikan perdarahan besar
Setiap tahap ABC pada RJP diawali dengan fase
penilaian :
penilaian respons, pernafasan dan nadi.
penilaian respons, pernafasan dan nadi.
Airway Control (Penguasaan Jalan Nafas)
Bila tidak ditemukan respons pada korban maka
langkah selanjutnya adalah penolong menilai pernafasan korban apakah cukup
adekuat? Untuk menilainya maka korban harus dibaringkan terlentang dengan jalan
nafas terbuka.
Lidah paling sering
menyebabkan sumbatan jalan nafas pada kasus-kasus korban dewasa tidak ada
respons, karena pada saat korban kehilangan kesadaran otot-otot akan menjadi
lemas termasuk otot dasar lidah yang akan jatuh ke belakang sehingga jalan
nafas jadi tertutup. Penyebab lainnya adalah adanya benda asing terutama pada
bayi dan anak.
Penguasan jalan nafas
merupakan prioritas pada semua korban. Prosedurnya sangat bervariasi mulai dari
yang sederhana sampai yang paling rumit dan penanganan bedah. Tindakan-tindakan
yang lain kecil peluangnya untuk berhasil bila jalan nafas korban masih
terganggu.
Beberapa cara yang dikenal dan sering dilakukan
untuk membebaskan jalan nafas
a. Angkat Dagu Tekan Dahi
Teknik ini dilakukan
pada korban yang tidak mengalami trauma pada kepala, leher maupun
tulang belakang.
b. Perasat Pendorongan Rahang
Bawah (Jaw Thrust Maneuver)
teknik ini digunakan
sebagai pengganti teknik angkat dagu tekan dahi. Teknik ini sangat sulit
dilakukan tetapi merupakan teknik yang aman untuk membuka
jalan nafas bagi korban yang mengalami trauma pada tulang belakang.
Dengan teknik ini, kepala dan leher korban dibuat dalam posisi alami / normal.
Ingat : Teknik ini hanya untuk
korban yang mengalami trauma tulang belakang atau curiga trauma tulang belakang
Pemeriksaan Jalan Nafas
Setelah jalan nafas
terbuka, maka periksalah jalan nafas karena terbukanya jalan nafas dengan baik
dan bersih sangat diperlukan untuk pernafasan adekuat. Keadaan jalan nafas
dapat ditentukan bila korban sadar, respon dan dapat berbicara dengan penolong.
Perhatikan pengucapannya apakah baik atau terganggu, dan hati-hati memberikan penilaian untuk korban dengan gangguan mental.
Untuk korban yang disorientasi, merasa mengambang, bingung atau tidak respon harus diwaspadai kemungkinan adanya darah, muntah atau cairan liur berlebihan dalam saluran nafas. Cara ini lebih lanjut akan diterangkan pada halaman cara pemeriksaan jalan nafas.
Perhatikan pengucapannya apakah baik atau terganggu, dan hati-hati memberikan penilaian untuk korban dengan gangguan mental.
Untuk korban yang disorientasi, merasa mengambang, bingung atau tidak respon harus diwaspadai kemungkinan adanya darah, muntah atau cairan liur berlebihan dalam saluran nafas. Cara ini lebih lanjut akan diterangkan pada halaman cara pemeriksaan jalan nafas.
c. Membersihkan Jalan Nafas
Ø
Posisi Pemulihan
Bila korban dapat
bernafas dengan baik dan tidak ada kecurigaan adanya cedera leher, tulang
punggung atau cedera lainnya yang dapat bertambah parah akibat tindakan ini
maka letakkan korban dalam posisi pemulihan atau dikenal dengan istilah posisi miring mantap.
Posisi ini berguna untuk mencegah sumbatan dan jika ada cairan
maka cairan akan mengalir melalui mulut dan tidak masuk ke dalam saluran nafas.
Ø
Sapuan Jari
Teknik hanya dilakukan untuk penderita yang tidak sadar, penolong menggunakan jarinya untuk membuang benda yang mengganggu jalan nafas.
Teknik hanya dilakukan untuk penderita yang tidak sadar, penolong menggunakan jarinya untuk membuang benda yang mengganggu jalan nafas.
BREATHING SUPPORT (BANTUAN PERNAFASAN)
Bila pernafasan seseorang terhenti maka penolong
harus berupaya untuk memberikan bantuan pernafasan.
Teknik yang digunakan untuk memberikan bantuan
pernafasan yaitu:
a. Menggunakan mulut penolong:
1. Mulut ke masker RJP
2. Mulut ke APD
3. Mulut ke mulut / hidung
CIRCULATORY SUPPORT (Bantuan Sirkulasi)
Tindakan paling penting
pada bantuan sirkulasi adalah Pijatan Jantung Luar. Pijatan Jantung Luar dapat
dilakukan mengingat sebagian besar jantung terletak diantara tulang dada dan
tulang punggung sehingga penekanan dari luar dapat menyebabkan terjadinya efek
pompa pada jantung yang dinilai cukup untuk mengatur peredaran darah minimal
pada keadaan mati klinis.
Penekanan dilakukan pada
garis tengah tulang dada 2 jari di atas permukaan lengkung iga kiri dan kanan.
Kedalaman penekanan disesuaikan dengan kelompok usia penderita.
– Dewasa : 4 – 5 cm
– Anak dan bayi : 3 – 4 cm
– Bayi : 1,5 – 2,5 cm
Secara umum dapat
dikatakan bahwa bila jantung berhenti berdenyut maka pernafasan akan langsung
mengikutinya, namun keadaan ini tidak berlaku sebaliknya. Seseorang mungkin hanya
mengalami kegagalan pernafasan dengan jantung masih berdenyut, akan tetapi
dalam waktu singkat akan diikuti henti jantung karena kekurangan oksigen.
Pada saat terhentinya
kedua sistem inilah seseorang dinyatakan sebagai mati klinis. Berbekal
pengertian di atas maka selanjutnya dilakukan tindakan Resusitasi Jantung
Paru.
5.
Proses
Keperawatan Gawat Darurat
·
Waktu
yang terbatas
·
Kondisi
klien yang memerlukan bantuan segera
·
Kebutuhan
pelayanan yang definitif di unit lain (OK, ICU)
·
Informasi
yang terbatas
·
Peran
dan sumber daya
6.
Pengkajian
Terhdap Prioritas Pelayanan
Perubahan
tanda vital yang signifikan (hipo/hipertensi, hipo/hipertermia, disritmia,
distres pernafasan).
·
Perubahan/gangguan
tingkat kesdaran (LOC)
·
Nyeri
dada terutama pada pasien berusia > 35 tahun
·
Nyeri
yang hebat
·
Perdarahan
yang tidak dapat dikendalikan dengan penekanan langsung
·
Kondisi
yang dapat memperburuk jika pengobatan ditangguhkan
·
Hilang
penglihatans ecara tiba-tiba
·
Perilaku
membahayakan, menyerang
·
Kondisi
psikologis yang terganggu/perkosaan
7.
Triage
Tujuan
triage adalah untuk menetapkan tingkat atau derajat kegawatan yang memerlukan
pertolongan kedaruratan Dengan triage tenaga kesehatan akan mampu :
·
Menginisiasi
atau melakukan intervensi yang cepat dan tepat kepada pasien
·
Menetapkan
area yang paling tepat untuk dapat melaksanakan pengobatan lanjutan.
·
Memfasilitasi
alur pasien melalui unit gawat darurat dalam proses penanggulangan/pengobatan
gawat darurat.
Sistem
Triage dipengaruhi oleh:
·
Jumlah
tenaga profesional dan pola ketenagaan
·
Jumlah
kunjungan pasien dan pola kunjungan pasien
·
Denah
bangunan fisik unit gawat darurat
·
Terdapatnya
klinik rawat jalan dan pelayanan medis
Sistem
Pelayanan Gawat Darurat
Pelayanan
gawat darurat tidak hanya memberikan pelayanan untuk mengatasi kondisi kedaruratan
yang di alami pasien tetapi juga memberikan asukan keperawatan untuk mengatasi
kecemasan pasien dan keluarga.
Sistem
pelayanan bersifat darurat sehingga perawat dan tenaga medis lainnya harus
memiliki kemampuan, keterampilan, tehnik serta ilmu pengetahuan yang tinggi
dalam memberikan pertolongan kedaruratan kepeda pesien.
Triage
Dalam Keperawatan Gawat Darurat
Yaitu
skenario pertolongan yang akan di berikan sesudah fase keadaan pasien.
Pasien-pasien yang terancam hidupnya harus di beri prioritas utama. Triage
dalam keperawatan gawat derurat di gunakan untuk mengklasifikasian keperahan
penyakit atau cidera dan menetapkan prioritas kebutuhan penggunaan petugas
perawatan kesehatan yang efisien dan sumber-sumbernya.
Standart
waktu yang di perlukan untuk melakukan triase adalah 2-5 menit untuk orang
dewasa dan 7 menit untuk pasien anak-anak.
C.
MODEL
BERPIKIR KRITIS
1.
Model
Berpikir Kritis Dalam Keperawatan
Terdapat
5 model berpikir yaitu : (Rubenfeld, Barbara K. 2006)
a.
T : total
recall (ingatan total)
b.
H : habits
(kebiasaan)
c.
I : inquiry
(penyelidikan)
d.
N : new
ideas and creativity (ide baru dan kreatifitas)
e.
K : knowing
how you think (mengetahui bagaimana anda berpikir)
2.
Berpikir
Kritis Dalam Keperawatan
Berpikir
kritis dalam keperawatan menurut studi riset tahun 1997&1998 adalah
komponen esensial dalam tanggung gugat profesional dan asuhan keperawatan yang
bermutu seperti : kreatifitas, fleksibelitas, rasa ingin tahu, intuisi, pikiran
terbuka(Rubenfeld, Barbara K. 2006).
3.
Perspektif
Keperawatan Kritis dan Kegawatdaruratan
Keperawatan
kritis dan kegawatdaruratan adalah pelayanan profesioanal keperawatan yang
diberikan pada pasien dengan kebutuhan urgen dan kritis atau rangkaian kegiatan
praktek keperawatan kegawatdaruratan yang diberikan oleh perawat yang kompeten
untuk memberikan asuhan keperawatan di ruang gawat darurat.
Namun
UGD dan klinik kedaruratan sering digunakan untuk masalah yang tidak urgen.
Yang kemudian filosopi tentang keperawatan gawat darurat menjadi luas,
kedaruratan yaitu apapun yang di alami pasien atau keluarga harus di
pertimbangkan sebagai kedaruratan.
Keperawatan
kritis dan kegawatdaruratan meliputi pertolongan pertama, penanganan
transportasi yang diberikan kepada orang yang mengalami kondisi
darurat akibat rudapaksa, sebab medik atau perjalanan penyakit di mulai dari
tempat ditemukannya korban tersebut sampai pengobatan definitif dilakukan di
tempat rujukan.
4.
Falsafah
Keperawatan Kritis dan Kegawatdaruratan
·
Bidang
cakupan keperawatan gawat darurat: pre hospital, in hospital, post hospital.
·
Resusitasi
pemulihan bentuk kesadaran seseorang yang tampak mati akibat berhentinya fungsi
jantung dan paru yang berorientasi pada otak.
·
Pertolongan
diberikan karena keadaan yang mengancam kehidupan.
·
Terapi
kegawatan intensive: tindakan terbaik untuk klien sakit kritis karena tidak
segera di intervensi menimbulkan kerusakan organ yang akhirnya meninggal.
·
Mati
klinis: henti nafas, sirkulasi terganggu, henti jantung, otak tidak berfungsi
untuk sementara (reversibel). Resusitasi jantung paru (RJP) tidak dilakukan
bila: kematian wajar, stadium terminal penyakit seperti kanker yang menyebar ke
otak setelah 1/2-1 jam RJP gagal dipastikan fungsi otak berjalan.
·
Mati
biologis: kematian tetap karena otak kerkurangan oksigen. mati biologis
merupakan proses nekrotisasi semua jaringan yang mulai dari neuron otak yang
nekrosis setelah satu jam tanpa sirkulasi oleh jantung, paru, hati, dan lain –
lain.
·
Mati
klinis 4-6 menit, kemudian mati biologis.
·
Fatwa
IDI mati: jika fungsi pernafasan seperti jantung berhenti secara pasti
(irreversibel atau terbukti kematian batang otak).
D.
PRINSIP-PRINSIP
GAWAT DARURAT
1.
Prinsip
Gawat Darurat
·
Bersikap
tenang tapi cekatan dan berpikir sebelum bertindak (jangan panik).
·
Sadar
peran perawat dalam menghadapi korban dan wali ataupun saksi.
·
Melakukan
pengkajian yang cepat dan cermat terhadap masalah yang mengancam jiwa (henti
napas, nadi tidak teraba, perdarahan hebat, keracunan).
·
Melakukan
pengkajian sistematik sebelum melakukan tindakan secara menyeluruh. Pertahankan
korban pada posisi datar atau sesuai (kecuali jika ada ortopnea), lindungi
korban dari kedinginan.
·
Jika
korban sadar, jelaskan apa yang terjadi, berikan bantuan untuk menenangkan dan
yakinkan akan ditolong.
·
Hindari
mengangkat/memindahkan yang tidak perlu, memindahkan jika hanya ada kondisi
yang membahayakan.
·
Jangan
diberi minum jika ada trauma abdomen atau perkiraan kemungkinan tindakan
anastesi umum dalam waktu dekat.
·
Jangan
dipindahkan (ditransportasi) sebelum pertolongan pertama selesai dilakukan dan
terdapat alat transportasi yang memadai.
·
Dalam
beberapa jenis keadaan kegawatdaruratan yang telah disepakati pimpinan
masing-masing rumah sakit dan tentunya dengan menggunakan Protap yang telah
tersedia, maka perawat yang bertugas di Instalasi Gawat Darurat dapat bertindak
langsung sesuai dengan prosedur tetap rumah sakit yang berlaku. Peran ini
sangat dekat kaitannya dengan upaya penyelamatan jiwa pasien secara langsung.
2.
Prinsip
Penanggulangan Penderita Gawat Darurat
Kematian
dapat terjadi bila seseorang mengalami kerusakan atau kegagalan dan salah satu
sistem/organ di bawah ini yaitu :
1.Susunan
saraf pusat
2.Pernapasan
3.Kardiovaskuler
4.Hati
5.Ginjal
6.Pancreas
2.Pernapasan
3.Kardiovaskuler
4.Hati
5.Ginjal
6.Pancreas
Kegagalan
(kerusakan) sistem/organ tersebut dapat disebabkan oleh:
1.Trauma/cedera3
2.lnfeksi
3.Keracunan (poisoning)
4.Degenerasi (failure)
5.Asfiksi
6.Kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar (excessive loss of wafer and electrolie)
7.Dan lain-lain.
2.lnfeksi
3.Keracunan (poisoning)
4.Degenerasi (failure)
5.Asfiksi
6.Kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar (excessive loss of wafer and electrolie)
7.Dan lain-lain.
Kegagalan
sistem susunan saraf pusat, kardiovskuler, pernapasan dan hipoglikemia dapat
menyebabkan kematian dalam waktu singkat (4-6 menit). sedangkan kegagalan
sistim/organ yang lain dapat menyebabkan kematian dalam waktu yang lebih lama.
Dengan demikian keberhasilan Penanggulangan Pendenta Gawat Darurat (PPGD) dalam mencegah kematian dan cacat ditentukan oleh:
Dengan demikian keberhasilan Penanggulangan Pendenta Gawat Darurat (PPGD) dalam mencegah kematian dan cacat ditentukan oleh:
1.Kecepatan menemukan penderita gawat darurat
2.Kecepatan meminta pertolongan
3.Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan
a.ditempat kejadian
b.dalam perjalanan kerumah sakit
c.pertolongan selanjutnya secara mantap di Puskesmas atau rumah sakit
3.
Ruang
Lingkup Keperawatan Kritis dan Kegawatdaruratan
a.
ICU
(Intensive Care Unit)
ICU
adalah ruangan perawatan intensif dengan peralatan-peralatan khusus untuk
menanggulangi pasien gawat karena penyakit, trauma atau kompikasi lain.
Misalnya terdapat sebuah kasus dalam sistem persyarafan dengan klien A cedera
medula spinalis, cedera tulang belakang, klien mengeluh nyeri, serta
terbatasnya pergerakan klien dan punggung habis jatuh dari tangga. Dengan klien
B epilepsi mengalami fase kejang tonik dan klonik pada saat serangan epilepsi
dirumahnya.
Dua kasus diatas memiliki sebuah
perbedaan yang jelas dengan melihat kasus tersebut, yang meski dilakukan oleh
seorang perawat adalah melihat kondisi si klien B maka lebih diutamakan
dibandingkan dengan klien A karena pada klien B kondisi gawat daruratnya
disebabkan oleh adanya penyakit epilepsi. Sedangkan untuk klien A dalam kondisi
gawat darurat juga akan tetapi ia masuk kedalam unit atau bagian gawat darurat
(UGD) bukan berarti tidak diperdulikan.
b.
UGD
(Unit Gawat Darurat)
UGD
merupakan unit atau bagian yang memberikan pelayanan gawat darurat kepada
masyarakat yang menderita penyakit akut atau mengalami kecelakaan. Seperti pada
kasus diatas pada klien A, ia mengalami suatu kecelakaan yang mengakibatkan
cedera tulang belakang dengan demikian yang meski dibawa ke UGD adalah yang
klien A yang mengalami kecelakaan tersebut.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Keperawatan
kritis dan kegawatdaruratan adalah pelayanan profesioanal keperawatan yang
diberikan pada pasien dengan kebutuhan urgen dan kritis atau rangkaian kegiatan
praktek keperawatan kegawatdaruratan yang diberikan oleh perawat yang kompeten
untuk memberikan asuhan keperawatan di ruang gawat darurat.
Namun
UGD dan klinik kedaruratan sering digunakan untuk masalah yang tidak urgen.
Yang kemudian filosopi tentang keperawatan gawat darurat menjadi luas,
kedaruratan yaitu apapun yang di alami pasien atau keluarga harus di
pertimbangkan sebagai kedaruratan.
Keperawatan
kritis dan kegawatdaruratan meliputi pertolongan pertama, penanganan
transportasi yang diberikan kepada orang yang mengalami kondisi darurat akibat
rudapaksa, sebab medik atau perjalanan penyakit di mulai dari tempat
ditemukannya korban tersebut sampai pengobatan definitif dilakukan di tempat
rujukan.
B.
SARAN
Sebagai
seorang calon perawat yang nantinya akan bekerja di suatu institusi Rumah Sakit
tentunya kita dapat mengetahui mengenai perspektif keperawatan kritis dan
kegawatdaruratan, dan ruang lingkup kritis dan kegawadaruratan. Penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, karena manusia tidak ada yang
sempurna, agar penulis dapat belajar lagi dalam penulisan makalah yang
lebih baik. Atas kritik dan saran dari pembaca, penulis ucakan terimakasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar